Perpisahan ini, dimulai!
Perpisahan ini, dimulai!
Terimakasih untuk dua harinya, kawan. Terimakasih kepada
kalian untuk canda tawa nya, nyanyi bersama, suka duka nya selama tiga tahun
ini. Terimakasih tiga tahunnya untuk temanku yang berbeda-beda saat menempati
kedudukan kelas.
Terutama, terimakasih untuk kamu yang menjadi salah satu
orang yang aku utamakan kehadirannya. Untuk kamu yang menempatkan posisi
duduknya disampingku. Terimakasih untuk tatapan hangat itu. Terimakasih untuk
memendam semua rasamu. Terimakasih untuk bisa membuatku tertawa dan menangis.
Dua hari yang singkat, kita pergi ke suatu tempat, pergi ke
tujuan masing-masing untuk mencari kebahagiaan sendiri. Tanpa ada halangan dan
kesengajaan, aku menghitung setiap tatapanmu dikala kita bertemu tanpa sengaja
ditempat yang sama.
Di bis yang sama, kita duduk bersebelahan dibatasi dengan
jalan. Ada selingan tengok-menengok untuk melihat tujuan yang sama. Aku suka
itu, pangeran.
Kau terlelap dipagi dan malam hari, aku memerhatikanmu.
Disisi lain, ini hari terakhir aku melihat lelapnya tidur mu.
Begitu pula sebaliknya, aku bukan merasa terlalu percaya
diri. Saat ku terlelap dimalam terakhir kita di bis, aku terbangun dan membuka
mata. Kamu adalah orang pertama yang aku lihat saat aku membuka mata. Aku
menegok ke arah kanan, kau melihatku. Apa kau memerhatikanku saat terlelap
juga, pangeran?
Meski ada peristiwa yang membuatku tidak suka, aku
mengabaikannya seolah aku tak perduli. Aku hanya ingin dua hari menjelang
perpisahan ini, aku tidak ingin menghabiskan waktu yang sebentar hanya untuk
membenci mu. Aku menganggap peristiwa itu hanya halangan semata agar aku tak
terlalu takut untuk kehilanganmu. Namun kenyataannya disini, aku tak ingin
acara perpisahan ini dimulai.
Saat malam acara resmi perpisahan itu dimulai, aku ingin
menitihkan air mata saat memikirkanmu. Tapi saat ku fikir kembali, aku tak
berhak melakukan itu. Dibelakang ku kau menempati agar kau duduk, setiap ku
menengok ke arah belakang, kau melirikku. Disitu hal yang ingin ku tangisi.
Setelah hari ini dan esok, kapan lagi ada tatapan yang
mengisi hariku.
Kau jalan ke depan untuk berpidah tempat duduk. Kau mengisi
memory dikameramu dengan senyum manis mu dengan teman-temanmu itu. Ketika ku
menompang dagu saat melihat pertunjukkan acara, kuselipkan lirikanku ke arah
mu, dan kau melakukan hal yang sama. Kau menompang dagu ke arah panggung,
selanjutnya ke arah ku.
Harusnya, kita berada disatu lembar foto bersama, berdua
dipinggir jalan, didepan pemandangan, dan itu tak terjadi dengan harapanku. Aku
mengira itu dari awal. Dan aku memaklumi nya. Kau malu atau memang tidak mau?
Dihari kedua, kita bertemu ditempat yang sama (lagi). Dalam
rintihan hujan ditempat yang disebut pulau asmara, tepat didepan batu cinta
kita berada disaung yang sama. Disitu aku menyebut nama kita. Aku berharap ada
keajaiban setelah aku menyebut nama mu di depan batu cinta itu. Tatapan di
tengah hujan deras itu membuatku kuat untuk bisa menunggu mu hingga perpisahan
ini berakhir. Ku tahu, hanya engkau yang mampu membuat aku bangkit untuk
menulis apa yang bisa ku ceritakan tentang dirimu.
Dua hari acara bersama itu kini selesai. Kita pulang menuju
rumah dan tidak untuk bertemu. Saat bis sampai hingga tujuan, aku mencarimu dan
kau tidak ada.
Saatku turun, aku menghirup aroma parfum mu. Aku melirik ke
arah kiri, dan itu benar dirimu. Aku meninggalkanmu dan berdiri diseberang
jalan melihat padatnya jalan dimalam hari. Saatku menegakkan kepalaku dan
memejamkan mata sebentar, tiba-tiba kau sudah berada didepanku. Aku melihatmu,
kau melihatku. Dan tatapan itu ada kembali. Kau memilih berdiri disampingku.
Lalu setelah itu, ketika ku menelfon orang tua ku, tanpa
sengaja kita bertabrakan. Saat ku meminta maaf, kau diam. Ketika ku ingin
menyebrangi jalan yang ramai itu, tiba-tiba kau disampingku dan menolongku
untuk melewati jalan itu.
Yang sekarang menjadi pertanyaan bagiku, mengapa kau selalu
muncul secara tiba-tiba?
Aku pulang, kau pulang. Dan kita berpisah. Tanpa ada
kata-kata yang ingin kita ucapkan satu sama lain, kita berpisah. Selamat jalan
pangeran.
Aku rindu di saat kita berada disuatu gedung tua yang
ditempati 42 murid. Disana kita banyak peristiwa yang masih ku ingat. Aku ingin
mengulang semua itu dan menjadikan kita abadi dalam memori itu. Apa aku boleh
mengulang menceritakannya disini? Oh, aku rasa itu terlalu panjang.
Aku berharap kau membaca ini, dan bisa mengartikannya.
Disini, aku masih tetap sama. Aku menyayangimu. Dan seterusnya masih tetap
sama. Aku menunggu hari 22 setiap bulannya, aku menunggu hari 31 setiap
tahunnya, hanya untuk mu.
Selamat tinggal...
Komentar
Posting Komentar